Shalat dan Kesehatan
makalah pendidikan
Oleh :
Beberapa seminar di Timur Tengah yang membahas kaitan antara shalat dan kesehatan berkesimpulan bahwa, ternyata rutinitas shalat yang baik tidak hanya bernilai ibadah dan ruhani –menggugurkan kewajiban, lalu mendapat pahala, menenangkan jiwa dan menghilangkan stress, tapi juga berdampak sangat positif bagi kesehatan dan kebugaran tubuh. Di antara faedahnya:
- shalat bisa mencegah serangan jantung
- menghindarkan pendarahan otak
- membantu kinerja paru-paru
- memompa efektivitas sistem kerja ginjal
- shalat juga berguna menguatkan otot-otot tubuh dan sendi
- membantu relaksasi
- meningkatkan kelenturan
- memperlancar peredaran darah, sehingga fungsi organ tubuh berjalan baik.
Ringkasnya, semua persiapan demi melaksanakan shalat, baik itu syarat shalat: mulai wudlu dan sebagainya, juga gerakan-gerakan yang ada dalam shalat, baik yang bersifat wajib, maupun yang sunah, berdampak membantu meningkatkan kualitas kerja organ-organ tubuh, tanpa terkecuali. Kesimpulan ini, salah satunya mengemuka dalam muktamar ke-7, Organisasi al’Ijaz al-Ilmi -sebuah lembaga yang mengkhususkan diri meneliti rahasia dan keajaiban ilmu pengetahuan yang ada dalam kandungan al-Qur’an dan hadis, di Dubai, Qatar. Dalam muktamar itu, misalnya, menjelaskan Kenapa sih Islam mewajibkan wudlu? Kenapa sih Islam mewajibkan shalat? Apa dampaknya bagi kesehatan?
Wudlu dan Kesehatan
Begitu air dingin membasuh anggota wudlu, maka secara otomatis pembuluh darah bereaksi untuk bekerja lebih cepat dan gesit mengalirkan darah ke seluruh tubuh sebagai reaksi alami menormalisasi suhu tubuh, akibat bertemunya suhu panas dalam tubuh dengan dinginnya guyuran air wudlu. Saat itu juga darah mengalir ke daerah seputar wajah, kedua tangan dan tepak kaki dengan sangat lancar.
Ketika aliran darah mengalir ke seluruh tubuh, termasuk pada bagian kulit, maka kelenjar peluh langsung bekerja menyedot darah-darah kotor dan membuangnya keluar tubuh melalui bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar kulit. Begitu darah kotor itu keluar, walau tidak kasat mata, maka langsung disapu air wudlu –inilah mungkin rahasianya kenapa kita disunahkan membasuh tiga kali pada setiap anggota wudlu. Dampaknya kulit sekitar wajah dan lainnya nampak cantik dan putih berseri sehingga penuaan dini bisa terhindarkan.
Biasanya, proses penyaringan dan pembuangan darah-darah kotor dilakukan oleh ginjal, kemudian dibuang bersamaan dengan air seni. Namun ketika seseorang melakukan wudlu, darah-darah kotor itu tertarik dan terkonsentrasi pada sekitar anggota-anggota wudlu yang sudah dibasuh dan kemudian disapu bersih oleh air wudlu berikutnya –basuhan kedua dan ketiga. Artinya, berwudlu ternyata mengurangi sedikit beban berat kerja ginjal dan dampaknya bisa meminimalisir kemungkinan terkena risiko sakit ginjal.
Salah tugas jantung yang paling berat adalah memompa darah supaya mengalir menuju wajah, telapak tangan, dan kaki. Kenapa? Karena posisi ketiga anggota tubuh tersebut jauh dari posisi jantung –yang berada di rongga dada. Begitu tersentuh air wudlu yang dingin, maka jantung langsung bereaksi dan kemudian memompa darah dengan kuat menuju tiga anggota badan yang berjauhan itu. Dengan demikian wudlu tak hanya semata kewajiban agama, tapi juga membantu meringankan beban berat kerja jantung. Akhirnya risiko terkena serangan jantung pun relatif bisa terhindarkan.
Wudlu dengan air dingin, juga membantu merangsang dan mengefektifkan sistem kerja syaraf. Rangsangan tadi, akan berdampak positif pada kinerja syaraf pusat yang berada di otak. Tak heran makanya kalau setelah wudlu kita selalu merasakan suasana segar, yang tak dirasakan sebelum wudlu. Dengan demikian faedah lain dari wudlu adalah sanggup mengurangi ketegangan jiwa, stress, mengurangi rasa sedih, rasa khawatir dan rasa marah. Faedah inilah mungkin yang menjelaskan kenapa Rasulullah Saw, selalu menganjurkan kita untuk segera berwudlu ketika kita sedang emosi, terutama lagi pada hakim yang sedang dalam proses mengadili sebuah perkara.
Shalat dan Kesehatan
Coba perhatikan dan renungkan gerakan-gerakan olahraga yang direkomendasikan para pakar kesehatan, hampir semuanya tercakup dalam gerakan shalat. Makanya, seperti halnya olahraga, gerakan shalat juga akan membantu memperingan kinerja jantung, memperlancar asupan oksigen ke dalam tubuh dan membuat otak menjadi segar bugar.
Shalat juga membantu kerja jantung. Ia selalu bekerja tanpa henti mengatur sirkulasi darah dan mengalirkannya kepada semua organ tubuh. Hal yang dirasa paling berat dari kinerja jantung adalah bagaimana memompa dan mengalirkan darah menuju organ tubuh yang posisinya lebih atas dari jantung. Misalnya otak, mata, hidung, lisan dan sebagainya. Karena posisi jantung sendiri ada dirongga dada. Artinya dengan fungsi harus mengalirkan darah kepada daerah yang lebih tinggi, jantung harus bekerja keras melawan gaya gravitasi bumi. Dengan melakukan sujud ketika shalat maka, sadar atau tak sadar, kerja jantung akan terbantu dalam tugasnya mengalirkan darah pada sekitar organ-organ yang posisinya lebih tinggi. Karena saat bersujud otomatis organ-organ yang tadinya di atas jantung itu, menjadilebih rendah posisinya. Maka, anjuran Islam untuk “agak memperlama” sujud dengan melakukan doa, selain bernilai ibadah juga menyehatkan tubuh karena membantu meringankan beban kerja jantung. Saat bersujud pompaan aliran darah persis seperti mobil yang ada pada posisi jalan menurun –cepat dan lancar. Dengan demikian aliran darah makin cepat mengalir dan berkumpul di pembuluh darah besar atau aorta. Ketika bangkit dari sujud, maka darah yang tadinya berkosentrasi di aorta akan mengaliri pembuluh-pembuluh darah di sekujur tubuh. Jantung pun akhirnya merasa terbantu.
Posisi sujud juga membantu kinerja paru-paru untuk melakukan asupan oksigen pada tubuh dan membuang karbondioksida. Juga membantu sirkulasi darah dari jantung ke paru-paru dan sebaliknya. Pada saat sujud, beban kerja jantung agak berkurang. Artinya jantung bisa sedikit beristirahat dan efeknya hal ini tentu akan mengurangi resiko terkena serangan jantung mendadak.
Perlu diketahui juga, bahwa shalat yang dijalankan dengan penuh kesungguhan, khusu’, dan ikhlas akan menumbuhkan persepsi, dan motivasi positif dan terhindar dari penyakit jantung koroner atau prediksi prognosis infark miokard akut. Gejala yang bisa dilihat bahwa pengamal shalat yang baik, akan menghadapi hidup secara realistis dan optimis. Dengan shalat yang baik kita akan merasakan bahwa Allah SWT, adalah segala-galanya. Dan dengan demikian kita akan terhindar dari rasa takut dan khawatir.
Namun Islam sebagai agama moderat tentu tak mewajibkan umatnya melaksanakan shalat sepanjang hari. Islam selalu memerintahkan untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, antara kebutuhan agama dan kebutuhan duniawi.
Walhasil, shalat selain bernilai ibadah juga membawa dampak positif bagi kesehatan tubuh dan pikiran. Kelebihan shalat, karena dilakukan dengan lentur dan tenang, maka cocok buat semua usia. Ia tak berisiko mencederai tubuh, bahkan menyehatkan. Hanya saja, kesimpulan tak berarti Anda disarankan untuk tidak berolahraga atau bahkan disalahfahami bahwa, Islam tak memperbolehkan olahraga. Sama sekali tidak.
Puasa: Ibadah yang menyehatkan
Kebanyakan umat Islam menjalankan puasa semata-mata sebagai sebuah ibadah dan kewajiban yang tidak boleh dilewatkan. Banyak yang belum tahu kalau puasa itu sebetulnya sangat baik untuk kesehatan. Published on September 10, 2008 in Health
- advertisement -
Written by freakazoid
Karena tidak ada asupan makanan, maka ketika puasa tubuh kita mengalami kekurangan energi. Sehingga tubuh harus mengganti sumber energinya (biasa disebut autolisis). Autolisis adalah proses mengubah lemak yang disimpan di tubuh untuk menghasilkan energi. Selain berkurangnya lemak, puasa juga memiliki fungsi detoksifikasi atau membuang racun dari tubuh melalui usus, hati, ginjal, paru-paru, kelenjar dan kulit. Proses ini sebetulnya sudah ada di tubuh manusia, namun puasa membuat tubuh lebih giat dalam membuang racun-racun yang tidak dibutuhkan.. Manfaat berikutnya dari puasa adalah penyembuhan. Saat berpuasa system pencernaan kita tidak banyak bekerja, sehingga energi yang biasa digunakan dalam proses pencernaan akan lebih banyak dialihkan ke metabolisme dan system kekebalan tubuh. Inilah sebabnya mengapa ketika terluka hewan tidak mau makan dan ketika sakit manusia enggan makan. Karena energi untuk mencerna lebih dibutuhkan untuk penyembuhan dan kekebalan. Sebuah penelitian juga membuktikan bahwa puasa dapat membantu peremajaan sel-sel tubuh dan menambah rentang hidup. Sebagian dari fenomena ini disebabkan oleh manfaat-manfaat yang sudah dijelaskan diatas. Ritme metabolisme tubuh yang berkurang, produksi protein yang efisien dan system kekebalan tubuh yang membaik adalah diantara manfaat berpuasa yang sifatnya jangka panjang.
PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKS BAGI KELUARGA, REMAJA DAN ANAK Nov 25, '07 4:35 PMfor everyone
PENGANTAR
Selayaknyalah orangtua sebagai pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap keselamatan putra dan putrinya dalam menjalani tahapan-tahapan perkembangan (fisik, emosional, intelektual, seksual, sosial dan lain- lain) yang harus mereka lalui, dari anak-anak hingga mereka dewasa. Tanggungjawab orang tua tidak hanya mencakup atau terbatasi pada kebutuhan materi saja, tetapi sesungguhnya mencakup juga kepada seluruh aspek kehidupan anaknya, termasuk didalamnya aspek pendidikan seksual. Dimana pemahaman dan pemilihan metode pendidikan seksual yang tepat akan mengantarkan anak menjadi insan yang mampu menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan sadar akan ancaman dan peringatan dari perbuatan zina serta memiliki pegangan agama yang jelas.
Karena pendidikan seks berkaitan erat dengan aqidah. Bagi orang tua muslim, pendidikan seks sebaiknya dibingkai dengan nilai akhlak dan etika Islam. Dalam makalah ini, kita tidak akan membahas masalah mengenai cara bersetubuh atau persetubuhan yang aman, seks yang dapat mencegah kehamilan dan sebagainya, karena pendidikan seks yang kita inginkan adalah agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggungjawabnya, halal haram yang berkaitan dengan organ seks, dan panduan menghindari penyimpangan prilaku seksual sejak dini.
Akses informasi seks yang sangat mudah dari berbagai media akan mempercepat hancurnya generasi penerus bangsa. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan sangat mudah baik lewat internet, HP, buku komik dewasa dan anak, televisi (sinetron, film), CD, play station, serta media lainnya, menyerbu anak-anak yang dikemas sedemikian rupa sehingga perbuatan seks dianggap lumrah dan menyenangkan.
Jalan satu-satunya menyikapi fenomena ini adalah kita harus membentengi anak-anak kita dengan nilai-nilai seksualitas yang benar, yang dilandasi dengan agama.
Oleh sebab itulah, sebagai orang tua, sangat perlu untuk mengetahui apa itu pendidikan seks? Seberapa penting pendidikan seks bagi pendidikan anak-anaknya? Bagaimana Islam mengajarkan tentang pendidikan seks buat umatnya? Apa tujuan pendidikan seks dalam islam? Adakah tahapan umur dalam menyampaikan pendidikan seks pada anak?Apa arti pendidikan seks bagi remaja?
Definisi pendidikan Seks
Baiklah kita mulai dengan definisi pendidikan seks. Terdapat bermacam-macam definisi Pendidikan seks, yaitu:
Pendidikan seks di negara-negara sekuler menitik beratkan pada perilaku seks yang aman dan sehat dan tak mengajari anak-anak tentang menghindari seks bebas, sehingga tidak bisa mengurangi timbulnya penyakit menular seksual (PMS) dan kehamilan pra nikah (Majalah Nikah, Vol 3, No. 5 hal. 73-75)
Pendidikan seks adalah perlakuan sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan proses perkelaminan menurut agama dan yang sudah diterapkan oleh masyarakat. Intinya pendidikan seks tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama (DR. Arief Rahman Hakim dan Drs. Fakhrudin-SMU Lab School Jakarta).
Pendidikan seks menurut Islam adalah upaya pengajaran dan penerapan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak dari kebiasaan yang tidak islami serta menutup segala kemungkinan kearah hubungan seksual terlarang (zina) (Muhammad Sa’id Mursi
Pada makalah ini saya membatasi pembahasan pendidikan seks yang sesuai definisi terakhir yaitu melatih umat Islam, terutama anak anak dan remaja agar menyadari bahwa kebutuhan atau kegiatan seksual perlu dipenuhi secara baik dan halal.
Pendidikan Seks Berdasarkan Usia
Pertanyaan selanjutnya adalah sejak kapan pendidikan seks dapat diberikan? Sesungguhnya tidak ada batasan, menurut sebagian ahli dalam pendidikan seks, pendidikan seks dapat mulai diberikan ketika anak mulai bertanya tentang seks dan kelengkapan jawaban bisa diberikan sesuai dengan seberapa jauh keingintahuan mereka dan tahapan umur sang anak.
Menurut Muhammad Sa’id Mursi, pendidikan seks dapat dimulai sejak dini, karena pendidikan seks tidak hanya mencakup pada pertanyaan dan jawaban belaka. Contoh teladan, pembiasaan akhlak yang baik, penghargaan terhadap anggota tubuh, menanamkan rasa malu bila aurat terlihat orang lain ataupun malu melihat aurat orang lain dan lain sebaginya juga termasuk pendidikan seks bagi anak-anak perlu ditanamkan dalam diri anak sejak dini, misalnya:
Memisahkan tempat tidur antara anak perempuan dan laki-laki pada umur 10 tahun.
Mengajarkan mereka meminta izin ketika memasuki kamar orangtuanya. Terutama dalam tiga waktu: sebelum shalat fajar, waktu Zhuhur dan setelah shalat Isya (QS. 24 : 58-59).
Namun ada juga sebagian ahli yang mengklasifikasikan perkembangan anak dalam beberapa fase, yaitu:
Fase pertama atau Tamyiz (masa pra pubertas). Fase ini ada pada usia antara 7–10 tahun. Pada tahap ini diajarkan mengenali identitas diri berkaitan erat dengan organ biologis mereka serta perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini juga anak diberi pelajaran tentang meminta izin dan memandang sesuatu ketika akan memasuki kamar orangtuanya.
Fase kedua atau Murahaqah (pubertas), ada pada usia 10-14 tahun. Pada tahap umur ini, anak harus diberikan penjelasan mengenai fungsi biologis secara ilmiah, batas aurat, kesopanan, akhlak pergaulan laki-laki dan menjaga kesopanan serta harga diri. Pada masa ini anak sebaiknya dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual, seperti bioskop, buku-buku porno, buku-buku yang memperlihatkan perempuan-perempuan yang berpakaian mini dan sebagainya.
Fase ketiga atau Bulugh (Masa Adolesen), pada usia 14-16 tahun. Pada tahap ini adalah paling kritis dan penting, karena naluri ingin tahu dalam diri anak semakin meningkat ditambah dengan tahapan umur yang semakin menampakkan kematangan berfikir. Pada masa ini juga anak sudah siap menikah (ditandai dengan mulai berfungsinya alat-alat reproduksi), maka anak bisa diberi pelajaran tentang etika hubungan seksual.
Fase keempat (masa pemuda), setelah masa andolesen, pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika isti’faaf (menjaga diri) jika belum mampu melaksanakan pernikahan.
Fase kelima (analisa).
Sedangkan menurut Clara Kriswanto pendidikan seks berdasarkan usia sebagai berikut:
Usia 0-5 tahun
Bantu anak agar merasa nyaman dengan tubuhnya
Beri sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sàyang dari orangtuanya secara tulus.
Bantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan di depan umum. Contohnya, saat anak selesai mandi harus mengenakan baju di dalam kamar mandi atau di kamarnya. Orangtua harus menanamkan bahwa tidak diperkenankan berlarian usai mandi tanpa busana. Anak harus tahu bahwa ada hal-hal pribadi dari tubuhnya yang tidak sèmua orang boleh lihat apalagi menyentuhnya.
Ajari anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh pria dan wanita. Jelaskan proses tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat sederhana. Dari sini bisa dijelaskan bagaimana bayi bisa berada dalam kandungan ibu. Tentu saja harus dilihat perkembangan kognitif anak. Yang penting orangtua tidak membohongi anak misalnya dengan mengatakan kalau adik datang dari langit atau dibawa burung. Cobalah memosisikan diri Anda sebagai anak pada usia tersebut. Cukup beritahu hal-hal yang ingin diketahuinya. Jelaskan dengan contoh yang terjadi pada binatang.
Hindari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya.
Ajarkan anak untuk mengetahui nama yang benar setiap bagian tubuh dan fungsinya. Katakan vagina untuk alat kelamin wanita dan penis untuk alat kelamin pria ketimbang mengatakan burung atau yang lainnya.
Bantu anak memahami konsep pribadi dan ajarkan mereka kalau pembicaraan soal seks adalah pribadi.
Beri dukungan dan suasana kondusif agar anak mau datang kepada orangtua untuk bertanya soal seks
Usia 6-9 tahun
Tetap menginformasikan masalah seks kepada anak, meski tidak ditanya.
Jelaskan bahwa setiap keluarga mempunyai nilai-nilai sendiri yang patut dihargai. Seperti nilai untuk menjaga diri sebagai perempuan atau laki-laki serta menghargai lawan jenisnya.
Berikan informasi mendasar tentang permasalahan seksual
Beritahukan kepada anak perubahan yang akan terjadi saat mereka menginjak masa pubertas.
Usia 10-12 tahun
Bantu anak memahami masa pubertas.
Berikan penjelasan soal menstruasi bagi anak perempuan serta mimpi basah bagi anak laki-laki sebelum mereka mengalaminya. Dengan begitu anak sudah diberi persiapan tentang perubahan yang bakal terjadi pada dirinya.
Hargai privasi anak.
Dukung anak untuk melakukan komunikasi terbuka.
Tekankan kepada anak bahwa proses kematangan seksual setiap individu itu berbeda-beda. Bantu anak untuk memahami bahwa meskipun secara fisik ia sudah dewasa, aspek kognitif dan emosionalnya belum dewasa untuk berhubungan intim.
Beri pemahaman kepada anak bahwa banyak cara untuk mengekspresikan cinta dan kasih sayang tanpa perlu berhubungan intim.
Diskusi terbuka dengan anak tentang alat kontrasepsi. Katakan bahwa alat kontrasepsi berguna bagi pasangan suami istri untuk mengatur atau menjarangkan kelahiran.
Diskusikan tentang perasaan emosional dan seksual.
Usia 13-15 tahun
Ajarkan tentang nilai keluarga dan agama.
Ungkapkan kepada anak kalau ada beragam cara untuk mengekspresikan cinta.
Diskusikan dengan anak tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan hubungan seks.
Usia 16-18 tahun
Dukung anak untuk mengambil keputusan sambill memberi informasi berdasarkan apa seharusnya ia mengambil keputusan itu.
Diskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan ilegal.
Pentingnya Pendidikan seks bagi remaja
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berbicara tentang remaja dan pendidikan seks, terutama yang berhubungan perkembangan seks. Ada kesan pada remaja bahwa seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaaan, tidak ada kedukaan, tidak menyakitkan bahkan membahagiakan, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan. Seks hanya berkisar prilaku seks semata yang disertai birahi, bahkan ada yang beranggapan bahwa gaul atau tidaknya seorang remaja dilihat dari pengalaman seks mereka, sehingga ada opini “seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba“ (dikenal dengan istilah sexpectation).
Pendidikan seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggungjawab yang ada padanya, halal haram berkaitan dengan organ seks dan panduan menghindari penyimpangan dalam prilaku seksual mereka sejak dini.
Memang masa remaja adalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah seks. Remaja juga akan sangat memperhatikan masalah-masalah seks. Banyak remaja yang mengkonsumsi bacaan-bacaan porno, melihat film-film blue dan semakin bertambah ketika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaraan, tulisan, foto, sentuhan, film. Bahkan semakin hari semakin bervariatif. Padahal apabila remaja sudah terjatuh dalam kegiatan seks yang haram, maka akibatnya sudah tidak bisa dibayangkan lagi:
Hilangnya harga diri bagi remaja laki dan hilangnya keperawanan bagi perempuan.
Perasaan berdosa yang mendalam, terkadang berakibat menjadi lemah dan semakin jauh dengan Allah SWT.
Perasaan takut hamil.
Lemahnya kepercayaan antara dua pihak.
Apabila hubungan ini diteruskan, akan menjadi hubungan yang gagal, terlebih bila dikembalikan dengan hukum syari’at.
Penghinaan masyarakat terhadap remaja laki-laki dan perempuan, juga kepada keluarganya.
Bagaimana solusinya? DR. Akram Ridho Mursi memberikan solusinya, sebagai berikut:
Pertama, dengan meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan-ledakan nafsu dan menguasainya. Sebab, sesungguhnya tuntuntan untuk memenuhi hasrat biologis didorong oleh dua sebab:
Ekstern, dengan jalan rangsangan. Pada awalnya memori seks dibentuk oleh stimulasi eksternal (bukan persepsi).
Intern, dengan jalan berpikir dan bertindak.
Kedua, dengan menjaga diri (Isti’faaf). Hal ini merupakan bagian dari proses sebagai berikut:
Memahami diri. Dimana remaja putra dan putri memahami tentang jati dirinya. Menyadari akan tugas dan tanggungjawab hidup, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungannya, (Al Hajj: 77)
Kualitas akhlak. Menyadari batas-batas nilai, tugas masyarakat. Kecil dan besar, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat.
Kesadaran beragama. Perasaan taqwa dan muroqabah-Nya. Al Alaq: 14.
Perasaan damai di rumah. Terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami diantara sesama anggota keluarga.
Pengawasan yang cerdas dari orang tua.
Komitmen dengan aturan-aturan Allah SWT dalam berpakaian dan dalam bergaul dengan lawan jenis.
Menghindari pergaulan bebas dan mencegah berduaan tanpa mahram.
Apa yang bisa orangtua lakukan agar anak dan remaja tak sungkan berkomunikasi tentang seks ?
1. Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan manusia (termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi); hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan); kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual; kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual); serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas dan agama).
2. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva” . Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yang keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang.
3. Manfaatkan ‘Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton teve yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur), dan lain-lain.
4. Dengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.
5. Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.
6. Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.
7. Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai agama tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
8. Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang akan anda gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu bahwa anak adalah orang tua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita persiapkan sedemikian rupa agar menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan dengan segala rintangannya. Percayalah, bahwa anda merupakan orang yang paling tepat dalam hal ini, dengan mempercayai diri sendiri, anda pun telah memberikan kepercayaan pada anak..
Penutup
Sedemikian mendesaknya pendidikan seks yang sebenarnya bagi anak-anak dan remaja. Tentunya bukanlah pendidikan seks yang lebih menekankan pada sisi aman dan sehat dalam berhubungan seks bebas. Pendidikan seks seperti ini tidak akan mengurangi timbulnya penyakit kelamin atau hamil pra nikah, karena tidak mengubah kebiasaan seks mereka.
Kita menginginkan pendidikan seks yang sesuai dengan fitrah sebagai manusia, ingin menjaga harga diri dan kehormatan diri sesuai dengan yang diingini oleh Allah SWT. Bukankah Islam sudah mencontohkan dan mengajarkan pencegahan prilaku seksual yang terlarang sejak dini?
Firman Allah dalam surah Al Isra’ ayat 32, yang artinya
Dan janganlah kamu mendekati Zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk.
Wallahu A’lam.
PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005)
Al-Itsnayna, 20 Jumada Al-Ula 1429 H - 21:38:13
oleh: Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
[html] PENDAHULUAN.Guru dan dosen bagi masyarakat awan selama ini dipahami sebagai orang yang pekerjaannya mengajar, demikian juga halnya dengan dosen. Meskipun sama-sama berprofesi mengajar.....
PENDAHULUAN.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Guru dan dosen bagi masyarakat awan selama ini dipahami sebagai orang yang pekerjaannya mengajar, demikian juga halnya dengan dosen. Meskipun sama-sama berprofesi mengajar, sisi pembedanya, guru mengajar pada lembaga pendidikan sekolah dari pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah, sedangkan dosen mengajar pada pendidikan tinggi. Artinya, profesi yang dinamakan guru dan dosen, tidaklah begitu masalah dan tidak menjadikan profesi dosen lebih berderajat dari pada guru. Masalahnya jadi lain, apabila guru dan dosen yang semula dipahami sebagai orang yang pekerjaanya mengajar bergeser menjadi pendidik (pendidik profesional).PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Pergeseran pengertian guru dan dosen dari orang yang pekerjaannya mengajar menjadi pendidik profesional, bagi sebagian orang mungkin tidak begitu dimasalahkan, namun bila dikaji lebih dalam sesungguhnya memberikan pengaruh yang luar biasa bagi arah pengembangan pendidikan di Indonesia, bahkan akan membentuk suatu sosok guru dan dosen dimasa datang. Apalagi, pergeseran pemahaman terhadap guru dan dosen dari mengajar menjadi pendidik sudah menjadi keputusan hukum sebagaimana dituangkan dalam UU No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta UU No.14 Tahun 2005 tidak memberikan penjelasan, mengapa memilih atau menempatkan guru dan dosen sebagai pendidik profesional ketimbang sebagai orang yang pekerjaannya mengajar, kecuali hanya mengacu kepada UU No.Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga professional. Pengertian itu kemudian ditarik pembentuk UU No.14 Tahun 2005 dalam memberikan pengertian terhadap guru dan dosen. Pertanyaannya, apakah pekerjaan mengajar lebih sempit ruang lingkupnya dari pendidik ? Apakah rumusan pendidik profesional itu lahir didorong oleh pemikiran bahwa tidak semua pendidik profesional. Hal yang terakhir disebut, saya pikir akan mengundang perdebatan, tetapi intinya bukanlah kemasalah itu, melainkan apa konsekuensi bagi guru dan dosen yang berkedudukan sebagai pendidik profesional yang kemudian dihadapkan kepada sejumlah ketentuan hukum sebagaimana termuat dalam UU No.14 Tahun 2005 dalam menjalankan pekerjaan atau profesi sebagai guru dan dosen.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Dari mengajar ke Pendidik Profesional.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Sejak dari dulu keberadaan guru dan dosen mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat, dan dalam bidang pendidikan merupakan faktor kunci dari keberhasilan tujuan pendidikan dan kualitas peserta didik. Meskipun sedemikian strategis peran guru dan dosen, setelah puluhan tahun Indonesia merdeka kita belum memiliki undang-undang yang khusus mengatur tentang guru dan dosen. Dari sisi ini, kelahiran UU Nomor 14 Tahun 2005 pantas disambut baik, terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangannya. Bagaimana pun strategisnya peran guru dan dosen dalam dunia pendidikan, apabila tidak ada undang-undang yang mengaturnya, ia tidak saja melahirkan kerumitan dalam pengembangan profesi, juga melemahkan etos kerja guru dan dosen. Dalam konteks ini haruslah dipahami, bahwa UU No.14 Tahun 2005 tidak terlepas dari fungsinya sebagai hukum.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Fungsi peraturan perundang-undangan sebagaimana halnya dengan UU No.14 Tahun 2005 meliputi fungsi ketertiban, fungsi keadilan, fungsi penunjang pembangunan, fungsi mendorong perubahan sosial. Atas dasar itu, maka dengan diundangkannya UU No.14 Tahun 2005, maka guru dan dosen telah memiliki pijakan dan pegangan dalam menjalankan profesi. Guru dan dosen yang selama ini cenderung hanya dipandang sebagai profesi mulia dan strategis, namun belum diikuti dengan pengembangan dan peningkatan profesi yang berkualiatas dan bermartabat. Disisi lain guru dan dosen dituntut beban untuk menghasilkan peserta didik yang bermutu. Diakui memang, ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang menyentuh pengembangan dan peningkatan profesi guru, tetapi hal itu lebih kepada aspek prosedur administrative profesi dan bukan menyakut profesi guru dan dosen itu sendiri. Dari sisi inilah saya pikir arti penting kehadiran UU No.14 Tahun 2005.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Pengundangan UU No.14 Tahun 2005 mau tidak mau membawa perubahan mendasar pada dunia profesi guru dan dosen dan dunia pendidikan dimasa datang. Hal ini dapat dipahami dengan mudah sebagaimana dituangkan dalam pasal 4 dan 5 UU No.14 Tahun 2005 yang pada intinya menyatakan;
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkat mutu pendidikan nasional.
Meletakan kedudukan dan fungsi guru dan dosen yang demikian adalah guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Karena itu menjadi logis, bahwa tercapainya tujuan pendidikan nasional yang diharapkan, hanya apabila guru dan dosen benar-benar menjadi tenaga profesional yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik, yaitu bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Disisi lain, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk diangkat menjadi guru dan dosen pada satuan pendidikan tertentu, melainkan hanya bagi mereka yang telah memperoleh sertifikat pendidik.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan di atas selain berkonsekuensi kepada pengelolaan sumber daya guru dan dosen, manajemen pendidikan, dipihak lain pihak sekaligus UU No.14 Tahun 2005 menghendaki terwujudnya peserta didik yang bermutu. Dalam hubungan ini jelas penempatan guru dan dosen sebagai pendidik profesional, tidak hanya melulu berkaitan dengan soal finasial, tetapi berjalan secara integral dengan kualifikasi, komptensi dan sertifikasi pendidik.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Mewujudkan guru dan dosen sebagai pendidik profesinal, hanya dapat dicapai apabila ketentuan-ketentuan yang termuat dalam UU No.14 Tahun 2005 dijalankan dengan konsisten dan utuh.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
1.Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.Guru berkewajiban ;
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi pembelajaran.
Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan komptensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Bertindak objektif dan tidak deskriminatif atas pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
Menjunjung tingggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai agama dan etika, dan;
Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib memenuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
4. Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah wajib menanda tangani pertanyaan kesanggupan untuk ditugaskan didaerah khusus paling sedikit 2 tahun.
5. Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi
6. Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohoni dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
7. Setiap orang yang akan diangkat menjadi dosen wajib mengikuti proses seleksi
8. Dosen berkewajiban:
Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan komptensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Bertindak objektif dan tidak deskriminatif atas pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
Menjunjung tingggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai agama dan etika, dan;
Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
9. Tenaga kerja asing yang diperkerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.10. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
11. Pemerintah Wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta menjamin keberlansungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan pemerintah
12. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta menjamin keberlansungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan pemerintah sesuai dengan kewenangan.
13. Dalam hal terjadi kekosongan guru, pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti
14. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggaran oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat
15. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggaran oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
16. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat organisasi profesi dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
17. Pemerintah, pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terlenggaranya pendidikan yang bermutu.
18. Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompotensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau masyarakat.
19. Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
20. Pemerintah, pemerintah daerah masyarakat organisasi profesi dan atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
21. Penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan masyarakar, wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun komptensinya untuk menjamin keberlansungan pendidikan.
22. Satuan Pendidikan yang diselenggarakan masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
23. Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen
24. Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru.
Dari sejumlah kewajiban guru dan dosen, kewajiban pemerintah dan masyarakat sebagaimana dikemukakan di atas, ternyata untuk mewujudkan guru dan dosen sebagai pendidik profesional membutuhkan perhatian dan kebijakan yang sungguh-sungguh dari guru dan dosen, dari pemerintah dan masyarakat. Ini pun baru hanya didasarkan pada sejumlah ketentuan yang dinyatakan dengan tegas dalam UU No.14 Tahun 2005 dengan kata “WAJIBâ€. Penegasan demikian, memperlihatkan suatu komitmen yang kuat dari kebijakan nasional dalam upaya mewujudkan guru dan dosen sebagai pendidik profesional. Namun persoalannya, ketentuan-ketentuan yang imperatif dalam UU No.14 Tahun 2005 itu secara konsisten dilaksanakan guru dan dosen, pemerintah dan masyarakat. Ketentuan yang imperatif dalam UU guru dan dosen tersebut, ternyata tidak disertai dengan ketentuan yang memberikan ruang bagi terlaksananya kebijakan-kebijakan yang sudah diberi penekanan “wajib†dalam UU guru dan dosen.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta UU guru dan dosen hanya memuat saksi terhadap beberapa hal saja, yakni:PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta • Apabila guru tidak menjalankan tugas sebagai sesuai kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 20 UU No.14 Tahun 2004PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta • Apabila Dosen tidak menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 60 UU No.14 Tahun 2004PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta • Apabila guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud pasal 22 UU No.14 Tahun 2005 tidak melaksanakan tugasnya.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta • Apabila dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud pasal 62 UU No.14 Tahun 2005 tidak melaksanakan tugasnya.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta • Apabla penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 24, 34, 39, 63 ayat (4), 71 dan Pasal 75 UU No 14 Tahun 2005PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Memahami pengaturan saksi dalam UU guru dan dosen, ternyata tidak ada saksi apabila terjadi pelanggaran atas pasal 8,13, 24, 27, 41 ayat 3, 44 ayat 5, 45 dan pasal 65 UU No.14 Tahun 2005. Bahkan dari ketentuan yang imperatif yang tidak memiliki sanksi itu justeru menjadi faktor kunci dan titik tolak bagi terlaksananya guru dan dosen sebagai pendidik profesional dan mutu pendidikan. Misalnya saja ketentuan Pasal 8 UU No.14 Tahun 2005 yang menentukan, bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan sehat jasaman dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, namun apabila ternyata didalam penyelenggaraan pendidikan guru dan dosennya tidak memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik, tidak ada saksi. Kondisi ketentuan hukum yang “setengah hati†ini untuk dilaksanakan. Kalau pun telah dirumuskan secara imperatif, tetapi tidak ada sanksi apabila tidak dilaksanakan atau penyelenggaraan pendidikan yang sudah berjalan ternyata guru dan dosen belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Meskipun UU No.14 Tahun 2005 telah menjadi hukum positif dan menjadi acuan dalam pengelolaan guru dan dosen sebagai pendidik profesional, namun dapat dikatakan UU guru dan dosen belum sepenuhnya mampu memberikan stimulan bagi terwujudnya guru dan dosen sebagai pendidik profesional. Ini pun baru dilihat dari sisi kewajiban, belum lagi bagaimana tugas dan dan tanggung jawab guru dan dosen, pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Apalagi menyangkut hak, penghargaan dan penyediaan sarana dan prasana bagi guru dan dosen dalam memacu eksistensi dirinya sebagai pendidik profesional. Artinya, kebijakan-kebijakan yang sudah dituangkan dalam UU guru dan dosen sangat tergantung pada kemauan pemerintah sebagai pelaksana undang-undang.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta UU No.14 Tahun 2005 dan Peraturan Pelaksana.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Menaruh harapan bagi terwujudnya guru dan dosen sebagai pendidik profesional adalah harapan semua orang, termasuk harapan guru dan dosen itu sendiri. Kapan harapan itu akan terwujud, saya pikir sesuatu yang sulit untuk dijawab, termasuk oleh pemerintah sendiri sebagai tugas konstitusinalnya. Selain persoalan yang telah kita kemukakan sebelumnya, ternyata UU No.14 Tahun 2005 bukanlah undang-undang yang bisa dilaksanakan dengan mudah. Setidaknya agar UU guru dan dosen bisa operasional dengan optimal, setidaknya memerlukan 27 ketentuan peraturan pelaksana antara lain;PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
Peraturan pemerintah mengenai sertifikasi pendidik
Peraturan pemerintah mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik
Peraturan pemerintah mengenai hak guru
Peraturan pemerintah mengenai tunjangan profesi guru
Peraturan pemerintah mengenai tunjangan khusus guru
Peraturan pemerintah mengenai maslahat tambahan
Peraturan pemerintah mengenai penugasan warga Negara sebagai guru dalam keadaan darurat
Peraturan pemerintah mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru
Peraturan pemerintah mengenai penempatan guru dalam jabatan structural
Peraturan Pemerintah mengenai pemindahan guru
Peraturan pemerintah mengenai gutu yang bertugas di daerah kusus
Peraturan pemerintah mengenai beban kerja guru
Peraturan pemerintah mengenai pernghargaan kepada guru
Peraturan pemerintah mengenai cuti guru
Peraturan pemerintah mengenai penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi
Peraturan pemerintah mengenai hak dosen
Peraturan pemerintah mengenai tunjangan profesi dosen
peraturan pemerintah mengenai tunjangan khusus dosen
Peraturan pemerintah mengenai tunjangan kehormatan professor
Peraturan pemerintah mengenai maslahat tambahan dosen
Peraturan pemerintah mengenai penugasan warga Negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat
Peraturan Pemerinah mengenai pola ikatan dinas calon dosen
peraturan pemerintah mengenai penempatan dosen yang diangkat pemerintah pada jabatan structural
Peraturan pemerintah mengenai pemberian penghargaan kepada dosen
Peraturan pemerintah tentang mengenai cuti dosen
Peraturan Menteri mengenai kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru
Peraturan Menteri mengenai kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen
Dari sejumlah kebutuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan perintah lansung dari UU No.14 Tahun 2005, telah ditentukan secara limitatif oleh UU guru dan dosen, dimana harus diselesaikan dalam jangka waktu 18 bulan sejak berlakunya undang-undang No.14 Tahun 2005. Masalahnya, bagaimana kalau pemerintah tersebut tidak terwujud ? Hal itu jelas suatu masalah baru dan menambah kerumitan dalam upaya mewujudkan guru dan dosen sebagai pendidik professional, sementara UU No.14 Tahun 2005 telah berlaku sebagai hukum positif sejak tanggal 30 Desember 2005 yang lalu. Dalam konteks ini, penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan dihadapkan pada posisi yang sulit, disatu sisi harus menjadikan UU No.14 Tahun 2005 dalam mengelola guru dan dan dosen sebagai satu komponen penting dalam mencapai tujuan pendidikan dan atau menciptakan peserta didik yang bermutu, disisi lain untuk melaksanakan tuntutan undang-undang peraturan pelaksananya belum ada, dan disisi lain pula penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan harus mempersiapkan diri. Hal ini bukan tidak mungkin terjadi, karena kelemahan kebijakan hukum kita selama ini justeru cenderung berada dalam kondisi ini, dimana suatu ketentuan perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi ketentuan pelaksanaannya selalu terlambat, sehingga kebijakan yang akan ditempuh satuan pendidikan dihadapakan kepada masalah-masalah dan aspek efektifitas dan efisensi seringkali terabaikan. Tidak jarang ujung-ujungnya melahirkan komplik antara pembentuk kebijakan dengan penerima kebijakan.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Sertifikasi Pendidik: Citra guru dan dosenPENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Dalam pembicaraan sebelumnya telah kita singgung, bahwa setiap guru dan dosen wajib memiliki sertikat pendidikan. Bahkan seorang guru dan dosen baru diakui sebagai tenaga professional apabila dapat memberikan bukti sertifikat pendidik. Artinya guru dan dosen baru dapat disebut sebagai pendidik professional apabila telah mendapatkan sertifikat pendidik.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Guru dan dosen akan diberikan sertifikat pendidik apabila telah memenuhi persyaratan dan dapat diperoleh dari perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Hal ini berarti setiap guru dan dosen harus berupa memperoleh sertifikat pendidik yang ketentuannya akan diatur dalam suatu peraturan pemerintah. Persoalannya, kapan program sertifikasi pendidik itu diselenggarakan pemerintah ? UU No.14 Tahun 2005 hanya menyebutkan, bahwa pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak berlakunya UU No.14 Tahun 2005. Ketentuan ini jelas beban yang tidak ringan bagi pemerintah karena merupakan ruh dari UU No.14 Tahun 2005 dan dilain pihak akan memberikan image terhadap satuan pendidikan. Setidak-tidaknya apabila guru dan dosen yang melaksanakan tugasnya pada satu satuan pendidikan belum memiliki sertifikasi pendidik, maka mutu peserta didik yang dihasilkannya masih dapat digugat, atau setidak-tidaknya diragukan.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Keberadaan sertifikat pendidik bagi guru dan dosen sedemikian pentingnya, namun UU No.14 Tahun 2005 memberikan kelonggaran khusus kepada guru, dimana guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik paling lama 10 tahun sejak berlakunya UU No.14 Tahun 2005. Ketentuan ini mengisyaratkan, bahwa setidaknya baru pada tahun 2017 seluruh tenaga guru di Indonesia telah berkualifikasi pendidik profesional. Dengan demikian, maka apabila kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional merupakan bagian dari pembaruan sistem pendidikan nasional, maka hasilnya baru dapat kita lihat pada tahun 2017. Persoalannya, bagaimana kalau program sertifikasi pendidik yang menjadi pekerjaan pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya atau bagaimana kalau para guru dan dosen yang sudah tidak melaksanakan kewajibannya mendapatkan sertifikat pendidik ? Sementara UU No.14 Tahun 2005 tidak memberikan sanksi apa-apa terhadap keingkaran yang demikian.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Dampak lain, meskipun UU No.14 Tahun 2005 menyatakan akan adanya tunjangan profesi, namun secara yuridis tunjangan tersebut baru diperoleh guru dan dosen setelah memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan profesinalitasnya. Lebih jauh UU No.14 Tahun 2005 menyebutkan, bahwa guru sebagai tenaga professional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, komptensi dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Guru sebagai tenaga prfesional sebagaimana yang diinginkan UU No.14 Tahun 2005 harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Kualifikasi akademik berjalan secara integral dengan kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik), komptensi kepribadian (kemampuan keperibadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik) dan komptensi professional (kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam), komptensi sosial (kemampuan guru untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/wali dan masyarakat sekitar. Artinya, pendidik professional yang dimaksudkan UU guru dan dosen ini meminggirkan suatu kondisi guru dan dosen yang hanya sekedar mengajar materi pelajaran dalam kelas.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Berbeda dengan guru, kualifikasi akademik dosen diperoleh melalui pendidikan program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Kualifikasi akademik minimum dosen, lulusan magister bagi dosen pada program diploma dan program sarja, serta lulusan program doktor bagi dosen pada program pascasarjana. Disamping kualifikasi akademik tersebut, setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen, Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik dosen dan keahlian ditentukan oleh masing-masing sebat akademik satuan pendidikan tinggi.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Dari beberapa hal dikemukakan di atas, terlihat bahwa UU No.14 Tahun 2005 yang sudah berketatapan memutuskan guru dan dosen sebagai pendidik profesional, sesunggunnya memperlihatkan bahwa sertifikat pendidik tidaklah sekedar bermakna memiliki atau bagaimana mendapatkan sertifikat, melainkan sebagai citra guru dan dosen dimasa datang pasca lahirnya UU No.14 Tahun 2005.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta PenutupPENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Sebagai sebuah catatan atas UU No.14 Tahun 2005, saya tidak membuat suatu kesimpulan dari tulisan ini, namun setidaknya inilah tantangan profesi guru guru dan dosen yang sesungguhnya memerlukan komitmen bagi terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Disisi lain, guru dan dosen sebagai pendidik profesional yang bermartabat, maka guru dan dosen yang hanya sekedar melihat profesi guru sebagai sumber nafkah sudah tidak zamannya lagi. Sejak dari dini harus sudah dipahami para guru bahwa guru adalah agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidika, sedangkan dosen sebagai tenaga profesinal adalah agen pembelajaran untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu dosen yang hanya melakukan tugas pendidikan, akan sulit memperoleh sertifikat pendidik yang pada akhirnya menurunkan mutu satuan pendidikan tinggi tempat mereka melaksanakan tugas.PENDIDIK PROFESIONAL ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN (Suatu catatan atas UU No.14 Tahun 2005) oleh Oleh: BOY YENDRA TAMIN, SH. MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang, 6 Mai 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar